Di tengah banyak orang ramai memperbincangkan tentang kurikulum tahun 2013, saya justru berpikir jangan-jangan para pengambil kebijakan di bidang pendidikan di negeri ini masih luput memahami tuntutan yang akan dihadapi oleh genarasi mendatang. Apalagi, tatkala melihat mereka lebih sibuk melakukan evaluasi, baik terhadap guru maupun murid yang semestinya pelu dilihat kembali secara kritis. Dalam evaluasi itupun, bentuk soal-soal ujian, baik ujian nasional, ujian masuk PTN, dan barangkali juga ujian sekolah masih belum memenuhi tuntutan di masa depan.
Berbagai jenis soal ujian itu masih menggunakan pilihan berganda. Para siswa dalam ujian hanya disuruh untuk memilih di antara jawaban yang benar. Demikian pula, para siswa dilarang untuk melakukan kerjasama dalam menjawab soal-soal ujian. Mereka yang ketahuan bekerjasama, maka diberi sanksi berupa tidak lulus oleh karena dianggap curang.
Sebagai akibat dari soal ujian berbentuk pilihan berganda, dan apalagi teknologi informasi sudah sedemikian canggih seperti sekarang ini, maka para panitia ujian dibikin repot dengan beredarnya kunci jawaban lewat HP masing-masing peserta ujian. Selain itu, para guru menjelang ujian nasional berusaha untuk melatih para siswanya menjawab soal. Aneh sekali, sekolah tidak saja sibuk mengajar agar siswanya semakin pintar, tetapi kegiatannya lebih terfokus untuk melatih menjawab soal.
Lewat ujian itu, sekolah seolah-olah harus berpihak kepada siswa untuk bersama-sama menghadapi soal-soal yang datang dari pemerintah. Di hadapan para murid, pemerintah dianggap menjadi sesuatu kekuatan yang luar biasa yang dapat menentukan keberhasilan dan atau kegagalan para siswa. Padahal, lewat sekolah seharusnya para siswa menjadi semakin mencintai pemerintah, negara, dan bangsanya. Dan sebaliknya, bukan sebagai kekuatan besar yang harus dihadapi secara terpaksa itu.
Lagi pula, persoalan yang akan dihadapi oleh generasi ke depan, sebenarnya bukan sebatas berupa pilihan-pilihan yang seharusnya diambil salah satu oleh mereka. Bahkan pilihan itu bisa jadi sudah tidak ada lagi. Persoalan hidup bukan sebatas memilih, tetapi adalah lebih rumit daripada itu. Dalam kehidupan ini, apalagi kehidupan modern, manusia harus memiliki setidaknya empat kemampuan, yaitu kemampuan membaca, mencipta, bekerjasama, dan menyelesaikan problem-problem kehidupan.
Mestinya para siswa di berbagai levelnya, secara intelektual dibekali agar memiliki ke empat kekuatan itu. Generasi ke depan harus dibekali kemampuan untuk membaca terhadap keberadaan dirinya sendiri, lingkungan, dan alam semesta. Kita harus semakin sadar bahwa secara empirik, orang-orang yang pintar membaca, mereka itu adalah yang sukses. Sebaliknya, kebanyakan orang gagal adalah oleh karena, mereka gagal di dalam membaca kehidupan ini.
Sebagai contoh, bahwa orang yang berhasil membaca seluk beluk ekonomi, maka merekalah yang berhasil mengembangkan usaha ekonomi. Demikian pula, orang yang mampu membaca politik, hukum, pendidikan, sosial, dan lain-lain akan mendapatkan keuntungan dari kepandaiannya membaca itu. Begitu pula yang gagal, sebenarnya hanya karena tidak mampu membaca.
Selanjutnya, orang yang akan memperoleh keuntungan besar dalam hidup ini adalah mereka yang pintar menciptakan sesuatu. Kita lihat saja, bahwa para pencipta beraneka ragam jenis teknologi, baik yang berskala besar maupun kecil, mereka itu adalah yang memperoleh keuntungan hidup secara melimpah. Sebaliknya, bagi mereka yang hanya sekedar menjadi konsumen atau orang-orang yang hanya mampu memilih, maka akan selalu ketinggalan. Generasi bangsa ini ke depan, -------lewat pendidikan, mestinya diantarkan agar cakap untuk mencipta dan bukan sekedar mampu memilih di antara alternatif yang tersedia.
Selain itu kehidupan di masa depan akan diwarnai oleh kegiatan bekerjasama, kolaborasi dan bersinergi. Mereka yang memiliki jaringan luas dalam membangun kerjasama, maka mereka itulah yang sukses dalam hidupnya. Kemampuan kerjasama itu harus dilatih dan dibiasakan. Anehnya, hingga sekarang ini, para siswa justru dilarang untuk bekerjasama. Mereka yang mampu bekerjasama dan peduli pada yang lain dianggap salah. Paradigma lama, bahwa yang terbaik adalah mereka yang mengedepankan kemampuan individual ternyata masih dipertahankan ketika tuntutan zaman sudah berubah, yaitu menilai tinggi tatkala seseorang berhasil melakukan kerjasama, kolaborasi, dan bersinergi.
Kehidupan masa depan juga menuntut kecakapan bagi siapapun untuk menyelesaikan berbagai problem yang datang silih berganti. Masa depan akan ditandai oleh adanya perubahan yang semakin cepat, menyeluruh, mendasar, dan bahkan kadang juga bersifat radikal. Oleh sebab itu, pendidikan mestinya mampu membekali dan melatih generasi mendatang dengan kekuatan untuk menghadapi problem-problem kehidupan yang pasti akan dihadapi.
Pendidikan yang sehari-hari hanya berupa melatih anak-anak untuk menjawab soal pilihan berganda, keharusan menghafal pelajaran yang sebenarnya tidak perlu dihafal, memahami buku karangan seseorang yang belum tentu benarnya, maka semua itu hanya akan menghabiskan umur dan tidak terlalu banyak gunanya bagi generasi mendatang. Generasi mendatang harus diajak untuk menyiapkan diri agar mampu membaca, mencipta, bekerjasama, dan cakap dalam menyelesaikan problem-problem hidup. Wallahu a�lam.
Berbagai jenis soal ujian itu masih menggunakan pilihan berganda. Para siswa dalam ujian hanya disuruh untuk memilih di antara jawaban yang benar. Demikian pula, para siswa dilarang untuk melakukan kerjasama dalam menjawab soal-soal ujian. Mereka yang ketahuan bekerjasama, maka diberi sanksi berupa tidak lulus oleh karena dianggap curang.
Sebagai akibat dari soal ujian berbentuk pilihan berganda, dan apalagi teknologi informasi sudah sedemikian canggih seperti sekarang ini, maka para panitia ujian dibikin repot dengan beredarnya kunci jawaban lewat HP masing-masing peserta ujian. Selain itu, para guru menjelang ujian nasional berusaha untuk melatih para siswanya menjawab soal. Aneh sekali, sekolah tidak saja sibuk mengajar agar siswanya semakin pintar, tetapi kegiatannya lebih terfokus untuk melatih menjawab soal.
Lewat ujian itu, sekolah seolah-olah harus berpihak kepada siswa untuk bersama-sama menghadapi soal-soal yang datang dari pemerintah. Di hadapan para murid, pemerintah dianggap menjadi sesuatu kekuatan yang luar biasa yang dapat menentukan keberhasilan dan atau kegagalan para siswa. Padahal, lewat sekolah seharusnya para siswa menjadi semakin mencintai pemerintah, negara, dan bangsanya. Dan sebaliknya, bukan sebagai kekuatan besar yang harus dihadapi secara terpaksa itu.
Lagi pula, persoalan yang akan dihadapi oleh generasi ke depan, sebenarnya bukan sebatas berupa pilihan-pilihan yang seharusnya diambil salah satu oleh mereka. Bahkan pilihan itu bisa jadi sudah tidak ada lagi. Persoalan hidup bukan sebatas memilih, tetapi adalah lebih rumit daripada itu. Dalam kehidupan ini, apalagi kehidupan modern, manusia harus memiliki setidaknya empat kemampuan, yaitu kemampuan membaca, mencipta, bekerjasama, dan menyelesaikan problem-problem kehidupan.
Mestinya para siswa di berbagai levelnya, secara intelektual dibekali agar memiliki ke empat kekuatan itu. Generasi ke depan harus dibekali kemampuan untuk membaca terhadap keberadaan dirinya sendiri, lingkungan, dan alam semesta. Kita harus semakin sadar bahwa secara empirik, orang-orang yang pintar membaca, mereka itu adalah yang sukses. Sebaliknya, kebanyakan orang gagal adalah oleh karena, mereka gagal di dalam membaca kehidupan ini.
Sebagai contoh, bahwa orang yang berhasil membaca seluk beluk ekonomi, maka merekalah yang berhasil mengembangkan usaha ekonomi. Demikian pula, orang yang mampu membaca politik, hukum, pendidikan, sosial, dan lain-lain akan mendapatkan keuntungan dari kepandaiannya membaca itu. Begitu pula yang gagal, sebenarnya hanya karena tidak mampu membaca.
Selanjutnya, orang yang akan memperoleh keuntungan besar dalam hidup ini adalah mereka yang pintar menciptakan sesuatu. Kita lihat saja, bahwa para pencipta beraneka ragam jenis teknologi, baik yang berskala besar maupun kecil, mereka itu adalah yang memperoleh keuntungan hidup secara melimpah. Sebaliknya, bagi mereka yang hanya sekedar menjadi konsumen atau orang-orang yang hanya mampu memilih, maka akan selalu ketinggalan. Generasi bangsa ini ke depan, -------lewat pendidikan, mestinya diantarkan agar cakap untuk mencipta dan bukan sekedar mampu memilih di antara alternatif yang tersedia.
Selain itu kehidupan di masa depan akan diwarnai oleh kegiatan bekerjasama, kolaborasi dan bersinergi. Mereka yang memiliki jaringan luas dalam membangun kerjasama, maka mereka itulah yang sukses dalam hidupnya. Kemampuan kerjasama itu harus dilatih dan dibiasakan. Anehnya, hingga sekarang ini, para siswa justru dilarang untuk bekerjasama. Mereka yang mampu bekerjasama dan peduli pada yang lain dianggap salah. Paradigma lama, bahwa yang terbaik adalah mereka yang mengedepankan kemampuan individual ternyata masih dipertahankan ketika tuntutan zaman sudah berubah, yaitu menilai tinggi tatkala seseorang berhasil melakukan kerjasama, kolaborasi, dan bersinergi.
Kehidupan masa depan juga menuntut kecakapan bagi siapapun untuk menyelesaikan berbagai problem yang datang silih berganti. Masa depan akan ditandai oleh adanya perubahan yang semakin cepat, menyeluruh, mendasar, dan bahkan kadang juga bersifat radikal. Oleh sebab itu, pendidikan mestinya mampu membekali dan melatih generasi mendatang dengan kekuatan untuk menghadapi problem-problem kehidupan yang pasti akan dihadapi.
Pendidikan yang sehari-hari hanya berupa melatih anak-anak untuk menjawab soal pilihan berganda, keharusan menghafal pelajaran yang sebenarnya tidak perlu dihafal, memahami buku karangan seseorang yang belum tentu benarnya, maka semua itu hanya akan menghabiskan umur dan tidak terlalu banyak gunanya bagi generasi mendatang. Generasi mendatang harus diajak untuk menyiapkan diri agar mampu membaca, mencipta, bekerjasama, dan cakap dalam menyelesaikan problem-problem hidup. Wallahu a�lam.
0 komentar:
Posting Komentar