Ceritanya beberapa bulan ini lagi kesambet kepengin banget jadi dosen, selain lebih “aman” dari pada kerja di kontraktor, profesi dosen dapat dijadikan ajang sebagai tempat menyalurkan hobi mengajar yang sempat terbendung haha. Selain itu profesi kontraktor sepertinya terlalu menyita banyak waktu, bisa dibayangkan saat kuliah aja tugasnya minta ampun, lembur sampai pagi dan jadi gampang sakit kalau gak bisa jaga pola makan dan olah raga teratur, mungkin karena belum ada yang mendampingi #modus, apalagi kalau sudah kerja nanti, dan yang lebih penting profesi dosen memberikan kesempatan waktu yang lebih banyak buat keluarga #kayaknya sih.
Dosen tapi motivator
Pernah nonton film Sang Pemimpi? Sosok Julian Balia sang guru yang selalu memberikan sebuah salam khas di awal dan akhir kelas, Julian Balia berkata “para pelopor, pekikan kata-kata yang memberimu inspirasi” maka kemudian kata-kata inspiratif muncul dari sosok Ikal, Arai, Jimbrong, Zakia nurmala dkk. Kelasnya begitu hidup, begitu berapi-api dan pastinya motivasi-motivasi dahsayat itu akan berdampak positif secara psikologis.
Refrensi sosok guru idaman bisa juga ditengok dalam film Negeri 5 Menara, lihatlah bagaimana ustad Salman memulai kelas, bermodalkan sebatang kayu dan golok berkarat ia memamerkan kebolehan tersembunyinya jadi tuang kayu haha, sang ustad mematahkan kayu dengan susah payah kemudian setelah berhasil keluarlah sebuah ucapan luar biasa dari mulutnya, dengan begitu apik ia berteriak “bukan yang paling tajam tapi yang paling bersungguh-sungguh, man jadda wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil”, teriakan man jadda wa jada diulangi berkali kali sampai semua santri merasa terbakar semangatnya dan memahami pesan indah itu.
Ketika suatu saat jadi dosen nanti, sepertinya saya akan sedikit meniru konsep yang diusung dua tokoh keren itu, berorasi di depan kelas untuk membakar semangat semangat dahulu sebelum memulai kuliah hahaha #alumni TFT, PASAL, SKP :D
Dosen tapi membangun desa
Sempat sedikit geli dengan spanduk kampanye politik yang bertuliskan “bali desa, mbangun desa” untuk menarik simpati para “calon korban” rayuan maut sang politikus hehe. Konsep ini ingin saya terapkan di masyarakat, sebuah masyarakat yang dewasa ini mulai kebingungan dan mulai bosan dengan janji-janji manis para pejabat. Lalu apa hubungannya dengan dosen? Ok mari saya ceritakan, semenjak kenal dengan PD1 FMIPA UNS, Prof. Sutanto (padahal beliau belum professor hehe, beliau pernah bercerita tidak mau jadi professor karena tunjangan 15 juta itu terlalu membebani anggaran negara) sedikit demi sedikit saya mempunyai gambaran tentang “enaknya” jadi dosen, bagaimana tidak enak, posisi dosen sangat strategis untuk mengucurkan dana pemberdayaan masyarakat, bisa yang bersumber dari pemerintah atau swasta (lebih dikenal dengan CSR). Intinya saya pengen jadi dosen untuk memajukan tanah kelahiran saya di desa Timbang Purbalingga melalui dana pemberdayaan masyarakat :D , beberapa konsep udah disiapkan lho.
Ok, target ditetapkan, profesi dosen di Universitas Jendral Soedirman Purwokerto hehe, kenapa bukan membesarkan almamater UNS sendiri? Atau bukan di UGM yang fasilitas penelitiannya lebih lengkap? Yah kalau kerjanya jauh-jauh dari rumah, kapan sempat membangun desa sendiri? Haha. Sekarang waktunya mempersiapkan diri, setelah punya gelar ST (sarjana tampan/ suami tampan) kerja dulu ngumpulin pengalaman dan duit yang banyak di kontraktor atau konsultan konstruksi, setelah itu terbang ke NRW Aachen Jerman untuk mendapatkan gelar M(aster) T(ampan) haha #aamiin
0 komentar:
Posting Komentar