skip to main | skip to sidebar

Barokah Kehidupan

Mencari Barokah Kehidupan dengan Semanfaat Mungkin untuk Sebanyak-banyak makhluk...

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Home
  • About Us
  • Archives
  • Contact Us

29 Jun 2013

Gratifikasi Pendidikan

Diposting oleh Unknown di 17.07

Gratifikasi adalah pemberian baik berupa Uang ataupun barang juga Discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, , fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya  (Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001) seratus ribu Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pengecualian Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peraturan yang mengatur Gratifikasi adalah: Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK Penjelasan aturan Hukum Pasal 12 UU No. 20/2001 Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar: pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; Sanksi Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Source Dari penjelasan di atas pemberian/gratifikasi dilarang oleh Undang-undang, namun dalam realita gratifikasi masih terus berlangsung dan sulit untuk terindeks oleh hukum. Sayangnya hal tersebut masih banyak terjadi di dunia pendidikan, banyak pemberian gratifikasi yang dilakukan oleh komponen-komponen penyelenggara pendidikan. Mungkin penjelasan tersebut tidaklah terlalu jelas karena untuk lebih fulgar dalam hal menjelaskan pemberian gratifikasi dalam dunia pendidikan kayaknya dalam tulisan ini tidak sampai hati. Biarkan lembaga negara yang berwenang untuk sedikit masuk dalam dunia pendidikan supaya hal tersebut dapat terindeks oleh hukum. Olimpiade Pemilu Saya mengacungkan jempol kepada KPU yang memberikan sosialisasi mengenai Pemilu. Dalam olimpiade pemilu 2012 KPU menjelaskan bahwa setiap instansi pendidikan boleh mengundang perwakilan dari KPU untuk memberikan sosialisasi ke Sekolah, lebih lanjut kepada setiap instansi yang mengundang perwakilan KPU untuk sosialisasi mengenai Pemilu tidak usah dikasih uang saku (biasanya uang sukarela untuk transport), dan memang benar saat ditanyakan karena setiap orang yang bekerja di KPU sudah mendapatkan gaji dan berbagai tunjangan sehingga tidak perlu dikasih uang transport jika ada instansi yang mengundangnya, tegasnya. Hal ini menggambarkan bagaimana pemberian gratifikasi yang tidak seharusnya dilakukan dalam dunia pendidikan, karena memang dunia pendidikan butuh biaya lebih untuk memajukan pendidikan di Negara ini.

Read more at: http://jenemeks.blogspot.com/2012/10/gratifikasi-dalam-dunia-pendidikan.html
Copyright http://www.kewarganegaraan-rosi.blogspot.com/ Under Common Share Alike Atribution
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

Modernisai Pondol Pesantren Darussalam Martapura (Telaah Pemikiran Pendidikan Pesantren KH Badaruddin)

Diposting oleh Unknown di 17.03
 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                
DAFTAR ISI                                                                                                
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Pembahasan
D.    Manfaat Pembahasan                                                                                     
BAB  II KAJIAN PUSTAKA
BAB  III PROSEDUR PENELITIAN
  1. Jenis Penelitian
  2. Data dan Sumber Data
  3. Teknik Penggalian Data
  4. Pengumulan dan Analisis Data
BAB IV SISTEMATIKA PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                         



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari sama-sama kita haturkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan kasih karuniaNya sehingga proposal ini dapat disusun sampai selesai. Sholawat serta salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Pemimpin para Nabi, Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Proposal ini disusun untuk memenuhi persyaratan masuk program doktoral (s3) studi Pendidikan Islam konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Penulis menyadari bahwa isi proposal ini belum sempurna, namun dibalik itu besar harapan penulis semoga proposal disertasi tentatif ini menjadi bahan pertimbangan hingga akhirnya penulis bisa diterima pada jenjang pendidikan doktoral.
Akhirnya, mudahan-mudahan proposal ini menjadi awal dari tulisan-tulisan penulis yang lain pada perkuliahan doktoral. Amien…


                                    Kandangan,   Juni  2013

Penulis



BAB  I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
KH. Badaruddin (1937-1992) atau yang lebih akrab ditelinga dengan nama Guru Ibad sudah tidak asing lagi bagi orang Kalimantan Selatan. Beliau dikenal luas didunia pesantren sebagai salah satu tokoh fenomenal yang menguasai berbagai bidang keilmuwan, bahkan beliau mendapat julukan Al A’limu Allamah yang arti bebasnya adalah orang yang mempunyai ilmu sangat luas dan dalam.
Sebagai seorang ulama beliau pernah menjadi pengajar dan pimpinan pondok pesantren Darussalam Martapura. Dibawah kepemimpinan beliau inilah Pondok Pesantren Darussalam mengalami perkembangan yang sangat pesat, terbukti dengan dibukanya SMP, SMK, SMR dan STAI Darussalam.
Dalam bidang tasawwuf beliau sangat dominan, bahkan orang banyak mengenal beliau sebagai seorang wali Allah (kekasih Allah) daripada posisi beliau sebagai seorang politikus. Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya keramat yang beliau miliki,  kedekatan beliau dengan KH. Muhamad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul), dan ulama-ulama yang lain yang terkenal dengan kewaliannya. Dalam sebuah manaqib Guru Sekumpul, disebutkan bahwa Guru Sekumpul kecil rela untuk menunggu lama dijalan agar bisa bersalaman mengambil berkah dari Guru Ibad.
Kiprah beliau dalam politik juga tidak kalah cemerlang, beliau pernah menjabat sebagai anggota DPRD Tingkat II Banjar, dan pernah menjabat sebagai anggota MPR RI selama dua periode dan menjabat sebagai anggota DPA RI selama dua periode.
Posisi politik beliau berbuah manis, lewat politik beliau bisa melegalkan pengajian-pengajian di daerah Martapura yang ketika rezim Soeharto semua pengajian mendapat interferensi dan pencekalan dari pemerintah. Namun, berkat pengaruh politik KH. Badaruddin pengajian-pengajian tersebut masih bisa berlangsung.
Pembaharuan demi pembaharuan pendidikan Islam di Pondok Pesantren Darussalam beliau rintis terus bergulir, dimulai pada tahun 1981 saat beliau terpilih sebagai Ketua Umum Yayasan Pembangunan Darussalam. Pengembangan kurikulum mulai beliau jalankan di Pondok Pesantren Darussalam dengan meningkatkan kompetensi tenaga pengajar pesantren dan penambahan kitab-kitab yang dipelajari.
Untuk melengkapi pendidikan umum pada tahun 1979 beliau mendirikan SMP Darussalam, Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) dan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) dibangun dengan diresmikan oleh Gubernur H. Mister Tjokrosomo.
Gagasan KH. Badaruddin dalam pembaharuan pendidikan Islam pada Pondok Pesantren Darussalam mengarah pada modernisasi Pondok Pesantren Darussalam, sehingga lulusan Pondok Pesantren Darusalam adalah benar-benar mampu menjadi manusia paripurna yang menguasai ilmu agama dan ahli dalam ilmu dunia.
Pemikiran KH. Badaruddin benar-benar fantastis, menembus batas dinding pesantren. Beliau mampu menerapkan seperti motivasi dalam legalitas yang diisyaratkan Allah SWT dalam Surah Al Hajj yang artinya :
“Sesungguhnya bumi diwariskan kepada hamba-hamba Allah yang sholeh”
Ayat tersebut adalah sebuah legalitas sekaligus motivasi yang diberikan Allah SWT kepada hamba-hambaNya yang sholeh, dan hal inilah yang mampu diaplikasikan oleh KH. Badaruddin dalam kehidupan beliau yang pernuh dengan berkah.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, perlu diadakan sebuah penelitian sistematis untuk mengetahui atau mengungkapkan bagaimana pemikiran pendidikan Islam KH. Badaruddin, pemikiran politik KH Badaruddin sehingga beliau berijtihad memasuki dunia politik, pemikiran dan kontribusi apa yang beliau bisa berikan dengan masuknya beliau ke dunia politik dan pemikiran beliau yang lainnya. Inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tentang latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana pemikiran pendidikan Islam KH. Badaruddin?
2.      Bagaimana ijithad politik KH. Badaruddin?
3.      Apa kontribusi yang bisa diberikan KH. Badaruddin dengan masuknya beliau ke dunia politik?
4.      Apa yang beliau lakukan sehingga bisa menjadi seorang politikus handal sekaligus kekasih Allah SWT?

C.    Tujuan Pembahasan
Adapun dengan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana diatas, penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui dan menemukan pemikiran pendidikan Islam KH. Badaruddin.
2.      Mengetahui dan memahami ijithad politik KH. Badaruddin.
3.      Memperoleh gambaran yang jelas tentang kontribusi yang bisa diberikan KH. Badaruddin dengan masuknya beliau ke dunia politik.
4.      Mengetahui yang beliau lakukan sehingga bisa menjadi seorang politikus handal sekaligus kekasih Allah SWT.

D.    Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan bisa menjadi salah satu pelengkap atau alternatif dalam memahami pembaharuan pendidikan Islam guna menghasilkan manusia paripurna. Disamping itu, diharapkan hasil kajian ini dapat memberikan kontribusi baik yang bersifat teoritik maupun praktis tentang bagaimana menumbuhkembangkan lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren. Secara teoritik diharapkan ditemukan konsep-konsep dan strategi baru dalam pembaharuan pendidikan Islam yang standar khususnya di Indonesia. Disamping itu, setidaknya hasil penelitian ini dapa dijadikan acuan atau sebagai pembanding dengan penelitian lain yang sejenis atau elemen yang akan diteliti. Secara teoritik juga diharapkan apa yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk membangun ilmu pengetahuan (body of knowledge) khususnya dalam pendidikan pesantren. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi stimulus bagi modernisasi pendidikan Islam, khususnya pendidikan pesantren.





















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Judul penelitian Konsep Modernisasi Pendidikan Islam dalam Perspektif Soekarno memiliki definisi operasional sebagai berikut :
1.         Modernisasi  :     Kata modenisasi secara etimologi berasal dari kata modern, kata modern dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah yang berarti: baru, terbaru, cara baru atau mutakhir, sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman, dapat juga diartikan maju, baik. Modernisasi ialah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Menurut Daniel Lerner, modernisasi adalah istilah baru untuk satu proses panjang – proses perubahan social, dimana masyarakat yang kurang berkembang memperoleh ciri-ciri yang biasa bagi masyarakat yang lebih berkembang.
2.      Pondok Pesantren : Saefuddin Zuhri mendefinisikan pondok pesantren sebagai “Sebuah system tafaqquh fi ad-din yang biasanya ditopang oleh beberapa komponen baik software maupun hardware yang mendukung keberadaan pesantren sebagai sebuah sistem seperti kiai, santri, tradisi pengajian kitab, rumah pengasuh, masjid/mushallah, ruang pembelajaran pondok tempat tinggal para santri. Sebagai lembaga tafaqquh fi ad-din pesantren memiliki fungsi memelihara, mengembangkan, menyiarkan dan melestarikan agama Islam, dan sudah barang tentu ingin mencetak tenaga-tenaga pengembang agama.”
Secara subtansial dan fundamental, dapat dikemukakan di sini pula pandangan yang mengarah pada cakrawala umum pondok pesantren. Abd Rahman Wahid memaknai pesantren secara teknis a place where santri (Student) live.  Pondok pesantren dimaksudkan disini bahwa simbol yang paling menonjol ialah tempatnya bermukim para santri.
Sedangkan  Mukhtar Buchori mensinyalir bahwa pesantren adalah bagian dari struktur internal pendidikan Islam Indonesia yang diselenggarakan secara tradisional-Islam sebagai cara hidup.  Sementara itu, Amin Abdullah mendeskripsikan, bahwa dalam berbagai variasi, dunia pesantren merupakan persemaian, pengamalan dan sekaligus penyebaran ilmu-ilmu ke-Islaman.
Selanjutnya, Zamakhsyari Dhofier menulis bahwa; pondok, masjid, santri, pengajian kitab-kitab klasik, dan kiyai merupakan lima komponen dasar dari tradisi pesantren,  kemudian ia melanjutkan teorinya bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren.






BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang data-datanya diperoleh dari studi pustaka atau literatur terkait. Penelitian ini juga termasuk dalam kategori penelitian histories-faktual karena yang diteliti adalah sejarah pemikiran seseorang.  Penelusuran sejarah pendidikan di kalangan umat Islam sangat diperlukan, untuk mengingatkan kembali khazanah intelektual yang pernah dimiliki umat Islam di masa lalu. Kesadaran historis ini pada gilirannya akan memelihara kesinambungan atau kontinuitas keilmuan khususnya dalam kajian tentang pendidikan Islam.
Penelitian ini bersifat kualitatif dan bersifat bibliografi research, dan teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif-interpretatif. Dalam konteks ini penulis berusaha mendeskripsikan dan menafsirkan data untuk mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai data yang diperoleh.
B.     Data Yang Dikumpulkan
a.   Asal-usul dan pendidikan KH. Badaruddin
b.   Kondisi Sosial Politik Pada Masanya
c.   Corak Pemikiran KH. Badaruddin
e.   Karya-karya KH. Badaruddin


C.     Teknik Penggalian Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan bentuk analisa isi (Content Analysis), yaitu dengan menggunakan metode menarik kesimpulan sebagai usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara obyektif dan sistematis.
D.   Pengumpulan dan Analisis Data
Agar penelitian ini dapat terarah dan sistematis, maka penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah metodologis sebagai berikut :
-     Melacak dan mengumpulkan data yang relevan dengan pemaknaan modernisasi Pondok Pesantren Darussalam oleh KH. Badaruddin. Oleh karena itu buku acuan yang dijadikan sumber penulisan bukan hanya terbatas pada buku tentang modernisasi pendidikan pesantren dan buku-buku KH. Badaruddin.
-     Memproses data yang terkumpul untuk diklasifikasikan berdasarkan kesamaan tema dan masalah, kemudian diberi tanda khusus untuk memudahkan dalam proses editing. Kemudian data-data tersebut dihubungkan dan dibandingkan satu sama lain dan menempatkannya dalam suatu pola abstrak yang terjalin secara logis. Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi dan mengelompokkan data-data tersebut dalam variabel-variabel sehingga antara satu dengan yang lainnya terdapat jalinan logis dan sistematis.
-     Menganalisa data, yakni dengan menggunakan pendekatan historis-factual karena meneliti tentang tokoh dan pemikirannya serta deskriptif-interpretatif, yaitu dengan memberi gambaran utuh dan sistematis dalam mengungkap pemikiran KH. Badaruddin tentang modernisasi pondok pesantren. Oleh karena itu metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik penulisan deskriptif.





















BAB IV
SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Pembahasan penelitian ini ditulis dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Pada BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Pada Bab II Riwayat Hidup KH. Badaruddin, memuat latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, latar belakang sosial politik, dan profil Pondok Pesantren Darussalam Martapura.
Pada Bab III Beberapa pemikiran tentang modernisasi pondok pesantren, menjelaskan tentang ijtihad politik Kh. Badaruddin dan karakteristik dari pemikiran KH. Badaruddin tentang modernisasi pondok pesantren.
Pada Bab IV Analisis Pemikiran KH. Badaruddin, mengkaji tentang kontribusi politik KH Badaruddin terhadap pembaharuan pendidikan dan usaha apa yang beliau lakukan sehingga bisa eksis di dunia politik sekaligus wali Allah SWT.
Pada Bab V Penutup, memuat kesimpulan dari penelitian ini, dan saran-saran penulis.



DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, 1995, Falsafah Kalam Di Era Post Modernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azra, Azyumardi, 2000, Pendidikan Islam – Tradisi dan ModernisasiMenuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Bawani, Imam, 1993, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, Surabaya: Al-Ikhlas
Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. III, Jakarta: Balai Pustaka
Dhofier, Zamakhsyari., 1990, Tradisi Pesantren – Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai, Jakarta: LP3ES
Hasyim, M. Yusuf., 1988, Peranan Dan Potensi Pesantren Dalam Pembangunan, dalam Wolfgrang Karcher dkk. (peny.), Dinamika Pesantren, Jakarta: P3M
Mastuhu. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, cet. II, (Jakarta: Logos, 1999)
Prasojo, Sudjoko, 1982, Profil Pesantren, Cet. III, Jakarta: LP3ES
Rahardjo, M. Dawan., (Peny.), 1985, Pesantren Dan Pembaharuan, cet. III, Jakarta: LP3ES
Rahmat, Jalaluddin., Islam Aktual, Cet. IX, Zulhijjah 1416 / April 1996
Saleh, Abd. Rahman., dkk, 1982, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, Jakarta: Bimbaga Islam, Depag RI
Shihab, Alwi, 1999, Islam Inklusif-Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Cet. IV, Bandung: Mizan
Wahid, Abd. Rahman, 1988, “Principles Of Pesantren Education” Dalam Manfred Oepen And Wolfgang Karcher (Ed.) The Infact Of Pesantren, Jakarta: P3M
Wakhuddin, Tarmizi Tahir-Jembatan Umat, Ulama dan Umara, (Bandung: Granesia, 1998)
Yasmadi, 2002, Modernisasi Pesantren-Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Cet. 1, Jakarta: Ciputat Press
               





0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

3 Jun 2013

Pengantar Analisis Kebijakan Pendidikan

Diposting oleh Unknown di 15.51
A. Konsep Dasar Kebijakan Pendidikan
Duke dan Canady (1991) mengelaborasi konsep kebijakan dengan delapan arah pemaknaan kebijakan, yaitu: (1) kebijakan sebagai penegasan maksud dan tujuan, (2) kebijakan sebagai sekumpulan keputusan lembaga yang digunakan untuk mengatur, mengendalikan, mempromosikan, melayani, dan lain-lain pengaruh dalam lingkup kewenangannya, (3) kebijakan sebagai panduan tindakan diskresional, (4) kebijakan sebagai strategi yang diambil untuk memecahkan masalah, (5) kebijakan sebagai perilaku yang bersanksi, (6) kebijakan sebagai norma perilaku dengan ciri konsistensi, dan keteraturan dalam beberapa bidang tindakan substantif, (7) kebijakan sebagai keluaran sistem pembuatan kebijakan, dan (8) kebijakan sebagai pengaruh pembuatan kebijakan, yang menunjuk pada pemahaman khalayak sasaran terhadap implementasi sistem.
Ketika memberikan pengantar untuk paparan sejumlah kasus kebijakan pendidikan di beberapa negara maju, Hough (1984) memberikan kontribusi sangat berarti bagi para pengkaji kebijakan pendidikan. Kontribusi ini terutama menyangkut isu-isu konseptual dan teoretik yang mampu memberikan kerangka pemahaman utuh bagi analisis kebijakan pendidikan.
Hough (1984) juga menegaskan sejumlah arti kebijakan. Kebijakan bisa menunjuk pada seperangkat tujuan, rencana atau usulan, program-program, keputusan-keputusan, menghadirkan sejumlah pengaruh, serta undang-undang atau peraturan-peraturan. Bertolak dari konseptualisasi ini, misalnya, ujian nasional merupakan salah satu bentuk kebijakan pendidikan. Ujian nasional memadai untuk dikategorikan sebagai kebijakan karena: (1) dengan jelas dimaksudkan untuk mencapai seperangkat tujuan, (2) senantiasa menyertakan rencana pelaksanaan, (3) merupakan program pemerintah, (4) merupakan seperangkat keputusan yang dibuat oleh lembaga dan atau pejabat pendidikan, (5) menghadirkan sejumlah pengaruh, akibat, dampak dan atau konsekuensi, (6) dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan peraturan lembaga terkait.
B. Daur Kebijakan Pendidikan
Kontribusi Hough (1984) yang juga sangat penting adalah penjelasannya mengenai tahapan-tahapan dalam proses kebijakan. Kerangka analisis yang ditujukan pada proses kebijakan mencakup: (1) Kemunculan isu dan identifikasi masalah, (2) perumusan dan otorisasi kebijakan, (3) implementasi kebijakan, (4) dan perubahan atau pemberhentian kebijakan.
Pada tahap kemunculan isu dan identifikasi masalah, dilakukan pengenalan terhadap suatu masalah atau persoalan yang memerlukan perhatian pemerintah, masalah-masalah yang memdapat tempat dalam agenda publik serta agenda resmi, serta mobilisasi dan dukungan awal bagi strategi tertentu.
Pada tahap perumusan dan otorisasi kebijakan, dilakukan eksplorasi berbagai alternatif, perumusan seperangkat tindakan yang lebih dipilih, usaha-usaha untuk mencapai konsensus atau kompromi, otorisasi formal strategi tertentu seperti melalui proses legislasi, isu pengaturan atau penerbitan arahan-arahan.
Pada tahap implementasi, dilakukan interpretasi terhadap kebijakan dan aplikasinya terhadap kasus tertentu, serta pengembangan satu atau lebih program sebagai alternatif yang dipilih untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Pada    tahap    penghentian atau perubahan kebijakan, dilakukan penghentian karena masalah telah dipecahkan, kebijakan tidak berhasil atau hasilnya dinilai tidak diinginkan, melakukan perubahan mendasar berdasarkan umpan-balik, atau mengganti kebijakan tertentu dengan kebijakan baru.
Aspek kedua yang harus dikaji dalam analisis kebijakan pendidikan adalah konteks kebijakan. Ini harus dilakukan karena kebijakan tidak muncul dalam kebampaan, melainkan dikembangkan dalam konteks seperangkat nilai, tekanan, kendala, dan dalam pengaturan struktural tertentu. Kebijakan juga merupakan tanggapan terhadap masalah-masalah tertentu, kebutuhan serta aspirasi yang berkembang.
Aspek ketiga yang harus dikaji dalam analisis kebijakan pendidikan adalah pelaku kebijakan. Aktor kebijakan pendidikan bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu: para pelaku resmi dan pelaku tak resmi. Pelaku resmi kebijakan pendidikan adalah perorangan atau lembaga yang secara legal memiliki tanggungjawab berkenaan dengan pendidikan. Aktor tak resmi kebijakan pendidikan adalah individu atau organisasi yang terdiri dari kelompok kepentingan, partai politik, dan media. Dalam aktor kebijakan resmi, juga dibagi-bagi lagi --- tetapi mengikuti sistem pemerintahan negara yang dikaji --- mulai dari pejabat senior hingga partai politik, lembaga pendidikan, lain-lain lembaga terkait pendidikan, dan antar badan antar pemerintah.
Pada aktor informal, atau tak resmi, terdapat kelompok kepentingan, partai politik, serta media massa. Kelompok kepentingan ini antara lain serikat guru, asosiasi yang mewakili jenis atau jenjang pendidikan tertentu, asosiasi yang mewakili peserta didik, asosiasi yang mewakili pimpinan perguruan tinggi, hingga asosiasi yang mewakili orangtua peserta didik.
Berdasarkan seluruh kajian yang dilakukan, memang tidak mungkin untuk disimpulkan secara umum. Namun demikian, jelas bahwa kadang-kadang kebijakan pendidikan secara terbuka dan hati-hati dihentikan, dimodifikasi, dihaluskan, atau diganti dengan kebijakan lain.
C. Implementasi Kebijakan Pendidikan
Grindle (1980) menempatkan implementasi kebijakan sebagai suatu proses politik dan administratif. Dengan memanfaatkan diagram yang dikembangkan, jelas bahwa proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi implementasi kebijakan publik apapun.
Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau slogan politik. Secara teoretik pada tahap implementasi ini proses perumusan kebijakan dapat digantikan tempatnya oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program kemudian diaktifkan. Tetapi dalam praktik, pembedaan antar tahap perumusan kebijakan dan tahap implementasi kebijakan sebenarnya sulit dipertahankan, karena umpan balik dari prosedur-prosedur implementasi mungkin menyebabkan diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan arah kebijakan yang sudah ditetapkan. Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.

Bagan  Implementasi sebagai Proses Politik dan Administratif
Lebih khusus lagi, dilihat dari sudut proses implementasi, keputusan-keputusan yang telah dibuat pada tahap rancangan atau perumusan berpengaruh terhadap lancar atau tidaknya implementasi. Hal ini kiranya akan menjadi jelas dengan mengambil contoh dampak tertentu yang ditimbulkan terhadap implementasi dari keputusan untuk mengalokasikan sejumlah besar dana yang dimaksudkan unhik mewujudkan tujuan kebijakan tertentu.
Perlu pula ditambahkan bahwa proses implementasi untuk sebagian besar dipengaruhi oleh macam tujuan yang ingin dicapai dan oleh cara perumusan tujuan. Dengan demikian perumusan keputusan atau mungkin bahkan tidak dirumuskan sama sekali mengenai macam kebijakan yang akan ditempuh serta macam program yang akan dilaksanakan merupakan faktor-faktor yang menentukan apakah program-program tersebut akan dapat dilaksanakan dengan berhasil ataukah tidak.
Muatan dari pelbagai kebijakan kerapkali juga menentukan letak implementasinya. Implementasi beberapa kebijakan tertentu biasanya hanya melibatkan sejumlah kecil satuan-satuan pembuat keputusan kunci di tingkat nasional, misalnya aktor-aktor yang menduduki posisi-posisi puncak.
Sebaliknya, ada pula kebijakan yang dilaksanakan oleh sejumlah besar pambuat keputusan yang posisinya bertebaran dalam wilayah geografis dan administratif yang luas, sekalipun biasanya hanya melibatkan suatu organisasi birokrasi tunggal. Di samping itu berbagai pejabat di daerah mungkin dilibatkan sebagai pelaksana-pelaksana dari program-program yang telah dirancang.
Semakin tersebar posisi implementasi, baik secara geografis maupun secara organisatoris-administratif, maka semakin sulit pula tugas-tugas implementasi suatu program. Sebabnya ialah karena makin banyak jumlah satuan-satuan pengambil keputusan yang terlibat di dalamnya.
Keputusan-keputusan yang dibuat pada saat perumusan kebijakan dapat pula menunjukkan siapa yang akan ditugasi untuk mengimplementasikan berbagai program yang ada. Keputusan-keputusan demikian ini pada gilirannya akan dapat mempengaruhi bagaimana kebijakan itu akan diwujudkan di kelak kemudian hari. Dalam hubungan ini mungkin akan dapat dideteksi secara dini adanya perbedaan-pebedaan tertentu pada berbagai satuan birokrasi yang akan terlibat langsung dalam pengeloaan program. Perbedaan itu, misalnya dalam hal tingkat kemampuan administratif atau manajerialnya. Di antara berbagai satuan birokrasi itu mungkin memiliki staf yang aktif, berkeahlian, dan berdedikasi tinggi terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas, sedangkan satuan-satuan birokrasi lainnya tidak.
Sementara itu, beberapa di antara satuan birokrasi tersebut mungkin akan mendapatkan dukungan yang lebih besar dari elite-elite politik yang berkuasa dan, karena itu, mereka dalam menjalankan tugasnya akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan. Di lain pihak, beberapa satuan birokrasi lainnya mungkin lebih mampu menanggulangi berbagai macam tuntutan dan kendala yang menghadang mereka.
Bentuk tujuan-tujuan kebijakan juga membawa dampak terhadap implementasinya. Dalam hubungan ini apakah tujuan-tujuan itu telah dirumuskan dengan jelas ataukah masih kabur, dan apakah pejabat-pejabat politik dan administrasi memiliki komitmen yang tinggi terhadap tujuan-tujuan tersebut ataukah tidak, pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan proses implementasinya.
Dari berbagai penjelasan di atas, jelas bahwa muatan program daii muatan kebijakan publik itu berpengaruh terhadap hasil akhir implementasinya. Namun sebagaimana telah ditunjukkan dalam diagram tadi, muatan program atau muatan kebijakan itu menjadi faktor yang berpengaruh karena dampaknya yang nyata atau yang potensial terhadap lingkungan sosial, politik dan ekonomi tertentu. Oleh sebab itu, penting sekali untuk memperhitungkan konteks atau lingkungan implementasi kebijakan.
Dalam proses implementasi atau pengadministrasian setiap program mungkin banyak aktor yang terlibat dalam penentuan pilihan-pilihan mengenai alokasi sumber-sumber publik tertentu serta banyak pihak yang mungkin berusaha keras untuk mempengaruhi keputusan-keputusan tersebut. Berbagai pihak yang kemungkinan berpihak dalam implementasi program tertentu ialah para perencana tingkat nasional; para politisi tingkat nasional, regional dan lokal; kelompok-kelompok elite ekonomi, khususnya di tingkat lokal; kelompok-kelompok penerima program dan para pelaksana atau para birokrat pada tingkat menengah atau bawah. Aktor-aktor tersebut mungkin terlibat secara penuh ataukah tidak dalam implementasi program tertentu sedikit banyak akan ditentukan oleh muatan program dan bagaimana bentuk pengadministrasian programnya.
Masing-masing aktor mungkin mempunyai kepentingan tertentu dalam program tersebut, dan masing-masing mungkin berusaha untuk mencapainya dengan cara mengajukan tuntutan-tuntutan mereka dalam prosedur alokasi sumber. Seringkali terjadi, tujuan-tujuan dari para aktor itu bertentangan satu sama lain dan hasil akhir dari pertentangan ini serta akibatnya mengenai siapa yang memperoleh apa, akan ditentukan strategi, sumber-sumber, dan posisi kekuasaan dari tiap aktor yang terlibat.
Apa yang diimplementasikan dengan demikian merupakan hasil suatu tarik-ulur kepentingan-kepentingan politik dan kelompok-kelompok yang saling berebut sumber-sumber yang langka, daya tanggap dari pejabat-pejabat pelaksana serta tindakan dari para elite politik yang kesemuanya itu berinteraksi dalam kelembagaan tertentu. Oleh karena itu analisis mengenai program-program tertentu berarti pula menilai kemampuan-kemampuan kekuasaan dari para aktor yang terlibat, kepentingan-kepentingan mereka dan strategi-strategi yang mereka tempuh untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut serta ciri-ciri pemerintahan dimana mereka berinteraksi. Hal ini pada gilirannya akan memudahkan penilaian terhadap peluang untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan maupun tujuan-tujuan program.
Dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut para pejabat akan dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu yang menyangkut lingkungan interaksi program dan administrasi program. Untuk itu pertama-tama para pejabat tersebut harus memusatkan perhatiannya pada masalah bagaimana mencapai konsistensi tujuan-tujuan yang termaktub di dalam kebijakan. Misalnya mereka harus berusaha mendapatkan dukungan dari para elite politik dan kesediaan dari instansi-instansi pelaksana, dari para birokrat yang ditugasi untuk melaksanakan program dari para elite politik pada tingkat rendah, serta dari pihak-pihak ynag diharapkan menerima manfaat program tersebut. Selanjutnya mereka harus mampu merubah sikap menentang dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh program tersebut menjadi sikap menerima terhadapnya, serta mereka harus tetap waspada terhadap pihak-pihak yang diabaikan oleh program tersebut, tetapi tetap bersikeras untuk memperoleh manfaat, khususnya terhadap usaha-usaha yang mungkin mereka lakukan untuk menggerogotinya. Upaya untuk menumbuhkan kesediaan bahkan kepatuhan dari berbagai pihak tersebut di atas boleh jadi berarti semakin banyak dilakukan negosiasi, akomodasi, dan lagi-lagi konflik tertentu. Namun, jika keseluruhan tujuan-tujuan kebijakan tersebut ingin diwujudkan, maka sumber-sumber yang dipakai untuk mendapatkan kesediaan itu tidak perlu harus mengorbankan dampak atau sasaran pokok dari program.
Sisi lain dari masalah pencapaian tujuan-tujuan kebijakan dan program dalam suatu lingkungan tertentu ialah daya tanggap. Idealnya lembaga-lembaga publik semisal birokrasi harus tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan dari pihak-pihak yang mereka harapkan menerima manfaat sebagai upaya untuk melayaninya sebaik mungkin. Tambahan pula, tanpa adanya daya tanggap tertentu selama implementasi, pejabat-pejabat pemerintah akan tidak mempunyai informasi yang memadai guna mengevaluasi prestasi dan keberhasilan suatu program.
Dalam banyak hal, daya tanggap mungkin pula berarti bahwa tujuan-tujuan kebijakan tidak tercapai karena adanya campur tangan individu-individu atau kelompok-kelompok yang sama, baik dalam rangka untuk mendapatkan barang dan layanan tertentu dalam jumlah yang lebih besar ataupun untuk menghambat jalannya program tertentu yang boleh jadi tidak mereka terima sebagai sesuatu yang bermanfaat. Bagi administrator-administrator kebijakan masalahnya dengan demikian adalah bagaimana menciptakan situasi yang kondusif dan menjamin adanya respon yang memadai guna memungkinkan keluwesan, dukungan, dan umpan balik selama proses implementasi program, sementara pada saat yang sama tetap mengusahakan adanya kontrol yang memadai atas distribusi sumber-sumber yang dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kebijakan itu.
Untuk membuat keseimbangan semacam itu jelas bukan merupakan pekerjaan yang gampang, karena membutuhkan kejelian politik tertentu dalam memperhitungkan berbagai kemungkinan tanggapan yang muncul dari para aktor yang terlibat serta kemampuan , mereka untuk menggagalkan tujuan-tujuan program. Oleh sebab itu, maka agar supaya efektif, para pelaksana haruslah mempunyai kecakapan dalam seni berpolitik serta harus mempunyai pemahaman yang baik mengenai lingkungan di mana mereka berusaha untuk mewujudkan kebijakan publik dan program-programnya.
Masalah-masalah ideologi, kebudayaan, aliensi politik dan peristiwa-peristiwa merupakan faktor-faktor lingkungan lainnya yang mungkin membawa dampak tertentu terhadap proses implementasi kebijakan publik. Lebih lanjut, karena program-program apa pun tidaklah diimplementasikan dalam keadaan terisolasi dari kebijakan-kebijakan publik lainnya, maka keberhasilan suatu program tertentu akan dengan mudah dipengaruhi oleh prioritas-prioritas dari pejabat-pejabat politik ataupun hasil akhir dari program-program lainnya. Faktor-faktor tersebut menegaskan bahwa program-program yang muatannya serupa mungkin akan diimplementasikan secara berbeda jika lingkungan di mana program tersebut dilaksanakan amat berlainan.
Berdasarkan kajiannya terhadap proses pembuatan pilihan dalam implementasi kebijakan di negara-negara sedang berkembang, Grindle (1980) mengajukan model pilihan-pilihan kritis dalam proses implementasi. Dalam model ini, implementasi kebijakan diletakkan dalam konteks politiko-administratif (Periksa Bagan).
.

Bagan Pilihan-pilihan Kritis Proses Implementasi Kebijakan

Pada bagian pertama, pilihan-pilihan harus dibuat berkenaan dengan defmisi kebijakan dan program, serta pengaruhnya terhadap usaha implementasi yang mengikuti. Bagian kedua, pilihan-pilihan harus dibuat berkenaan dengan strategi implementasi dan konsekuensinya terhadap penyaluran program. Bagian ketiga, dipertanyakan siapa yang memetik keuntungan? Untuk itu pilihan-pilihan harus dibuat berkenaan dengan alokasi sumber dan konsekuensinya terhadap kelompok dan individu di masyarakat.
D. Permasalahan Analisis dan Penilaian Kebijakan
Mengikuti kerangka kerja analisis dan penilaian kebijakan publik (a framework for public policy analysis and policy evaluation) Theo Jans (2007), dapat dikenali dua kelompok permasalahan kebijakan.
Kelompok permasalahan pertama meliputi: (1) kajian tentang bagaimana, mengapa, dan apa pengaruh yang timbul dari adanya tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah (the study of ‘how, why and to what effect governments pursue particular courses of action and inaction), (2) kajian tentang apa yang dilakukan pemerintah, mengapa mereka melakukannya, dan perbedaan-perbedaan apa yang timbul karenanya (what governments do, why they do it, and what difference does it make), dan (3) kajian tentang sifat dasar, sebab-sebab, dan akibat kebijakan publik (the study of the nature, causes, and effects of public policies).
Kelompok permasalahan kedua meliputi: (1) kajian tentang bagaimana masalah-masalah dan isu-isu disusun dan dirumuskan (how are problems and issues defined and constructed?), (2) kajian tentang bagaimana kebijakan ditempatkan dalam agenda politik dan kebijakan (how are they placed on political and policy agenda?), (3) kajian tentang bagaimana pilihan-pilihan kebijakan muncul (how policy options emerge?), (4) kajian tentang bagaimana dan mengapa pemerintah melakukan atau tidak melakukan sesuatu (how and why governments act or do not act?), dan (5) kajian tentang apa saja akibat yang timbul dari kebijakan pemerintah (what are the effects of government policy?).
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook

Langkah-langkah Perijinan untuk Perumahan

Diposting oleh Unknown di 04.54

Langkah-langkah Perijinan untuk Perumahan


izin_imb
Ternyata setelah libur lebih dari 1 tahun,kangen juga nulis di blog lagi..bukan cuma libur ngeblog tapi juga libur sebagai “arsitek” karena pekerjaan yang banyak di-handle lebih cenderung  masalah legalitas dan perijinan.  Saya ingin sedikit berbagi pengalaman dan minta saran jika ternyata ada langkah yang lebih cepat dalam tulisan berikut ini. Saya ingin membahas masalah perijinan karena kemarin proyek yang saya tangani kebagian kena “semprit” Satpol PP :P … semoga pengalaman ini tidak akan pernah terjadi lagi pada siapapun.  Selengkapnya bisa dibaca disini.
Langkah 1
Pastikan tanah yang akan dikelola sebagai perumahan berada pada jalur yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota ( RTRK) agar tidak kesulitan untuk ijin pemanfaatan tanahnya. Misal jika kita rencana lokasi perumahan yang akan dibangun berada pada areal persawahan, tidak selalu RTRK di tempat tersebut akan jadi daerah persawahan atau daerah peresapan (jalur hijau). Kita cek saja RTRK daerah tersebut nantinya untuk apa, untuk pemukiman, industri atau memang jalur hijau. Apabila ternyata daerah tersebut direncanakan sebagai pemukiman maka kita bisa lanjutkan untuk rencana mengembangkan perumahan. Pemilihan lokasi dapat juga dengan cara “mendompleng” lokasi yang memang sudah banyak perumahan. Hal ini lebih aman untuk investasi tanah tetapi pasti harga tanahnya jauh lebih mahal karena fasilitasnya sudah lebih mendukung dan memadai.
Langkah 2
Lanjut ke langkah berikutnya, adalah mengurus perijinan pada Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Pertama-tama kita mengurus ijin untuk Advice Planning, nama ijin ini di tiap tempat berbeda-beda tapi pada intinya adalah untuk kesesuaian antara Site Plan pengembangan perumahan dan tata ruang di daerah tersebut. Syarat yang wajib disiapkan antara lain proposal ijin pemanfaatan ruang, yang berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan lokasi tersebut, juga dilampiri sertifikat tanah, apabila tanah itu masih atas nama orang lain dilampiri surat kuasa bermeterai cukup untuk mengurus perijinan tersebut, dan tentunya gambar perencanaan lahan (Site Plan) sudah pasti harus ada. Produk dari ijin ini adalah gambar rekomendasi Advice Planning yang berisi garis besar aturan untuk pembangunan, misal garis pagar harus berapa meter dari jalan, garis muka bangunan harus berapa meter dari jalan dan masih banyak yang lainnya. Produk perijinan lainnya yang dihasilkan dari langkah ini adalah Ijin Prinsip atau Surat Keputusan yang disetujui oleh kepala daerah Bupati atau Walikota. Di sebagian daerah Ijin Prinsip ini hanya berlaku untuk lahan dengan luasan > 1 Ha, tapi ada juga daerah yang tidak memiliki batasan luasan untuk ijin ini, biasanya lebih dari 5 rumah sudah dianggap sebagai sebuah perumahan.
Langkah 3
Langkah ini dilakukan di Badan Pertanahan Negara (BPN), kalo dulu namanya Agraria. Pertama kita cek sertifikat apakah sudah sesuai dengan fisiknya, minta pada petugas untuk cek ulang patok pembatasnya apakah sudah sesuai dengan luasan yang ada pada sertifikat. Setelah itu sesuaikan sertifikat dengan syarat dan kebutuhan yang akan digunakan untuk pengembangan perumahan, misal apakah tanah itu harus digabung sertifikatnya karena sebelumnya terdiri dari sejumlah sertifikat hak milik. Pastikan status yang dipersyaratkan untuk lahan tersebut, harus Hak Guna Bangunan (HGB) yang berarti tanah tsb atas nama PT (perusahaan) atau mungkin boleh langsung dipecah kavling atas nama Pribadi. Seandainya memang diperbolehkan dipecah kavling atas nama Pribadi, hal tersebut sangat memudahkan pengurusan dan menghemat anggaran untuk retribusi pajak dan perijinan. Kalaupun memang harus berstatus HGB langkah awalnya adalah penurunan status dari SHM ke HGB tetapi masih atas nama Pribadi, kemudian dari HGB atas nama Pribadi diubah menjadi HGB atas nama PT/ Perusahaan. Perlu diperhatikan bahwa di tiap proses tersebut selalu muncul pajak dan retribusi perijinan. Namun proses tersebut mungkin tidak sama di setiap daerah, jadi sebelum mengajukan mohon ditanyakan pada BPN setempat untuk detail tiap prosesnya sampai proses selesai.
Masih di kantor BPN, setelah tetek bengek masalah proses legalitas sertifikat tadi, kita masih harus mencari Ijin Perubahan Penggunaan Tanah. Ini sebagai syarat nanti kita melangkah untuk pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Langkah 4
AMDAL = analisa mengenai dampak lingkungan. Kalau tidak salah AMDAL berlaku untuk luasan > 1 Ha, jika luasannya dibawah itu sebagai penggantinya cukup dengan ijin UKL/UPL ( upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemanfaatan lingkungan hidup ). Proses ini awalnya kita diharuskan cek kadar air tanah pada lokasi. Setelah itu kita membuat proposal tentang plus minus dan dampak yang akan terjadi pada proyek yang akan kita kembangkan. Produk perijinan ini adalah surat rekomendasi dari kantor KLH yang nantinya dilampirkan juga sebagai pengajuan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).
Langkah 5
Kita masuk ke kantor Perijinan Terpadu atau kantor Perijinan Satu Atap atau apapun namanya untuk mengurus IMB. Bersamaan dengan pengajuan IMB, kita mengurus pengesahan Siteplan Perumahan yang istilah kerennya ZONING. Setelah itu langkah terakhirnya adalah IMB. Syarat pengajuan IMB ini adalah akumulasi dari perijinan-perijinan yang sudah kita bahas sebelumnya ditambah dengan :
1.Gambar kerja Rumah yang akan dibangun
2.Surat pernyataan Tetangga yang disyahkan tetangga kanan kiri depan belakang, RT/RW, Kelurahan, Kecamatan
3.Surat Pernyataan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukan dan segala yang ditimbulkan.
4.Copy Status Tanah
5.Copy KTP penanggung jawab
6.Copy lunas PBB
Kalau semua syarat sudah dilampirkan kita tinggal menunggu hasilnya keluar dan membayar retribusi yang nilainya sesuai dengan luas tanah dan bangunannya.
Setelah itu semua selesai, Developer perumahan bisa bernafas lega, tidak takut lagi disemprit dan dibongkar paksa oleh Satpol PP dan pengajuan KPR dengan Bank sudah pasti lancar…
0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Menjadi Developer Property Itu Mudah !!!

Panduan Developer Property Banner 200x600b

Raja Perumahan

Panduan Developer Property Banner 300x300a

Kursus Kilat Bisnis Property

Panduan Developer Property Banner 300x250b

Outline Psikologi Agama 2013

DOWNLOAD

Buku Ilmu Jiwa Agama

DOWNLOAD

Raja Property

Panduan Developer Property Banner 200x600b

My Personality Site

My Personality Site
Memilih Belajar dan Mengajar sebagai Jalan Hidup

Mengenai Saya

Unknown
Lihat profil lengkapku

SAVE OUR WORLD

Visitors

animasi bergerak naruto dan onepiece
My Widget
السلام عليكم

Blog Archive

  • ▼  2013 (83)
    • ►  Juli (4)
    • ▼  Juni (4)
      • Gratifikasi Pendidikan
      • Modernisai Pondol Pesantren Darussalam Martapura (...
      • Pengantar Analisis Kebijakan Pendidikan
      • Langkah-langkah Perijinan untuk Perumahan
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (26)
    • ►  Maret (24)
    • ►  Februari (21)
Diberdayakan oleh Blogger.

Belajar Bisnis Property

Panduan Developer Property Banner 200x600b
 

© 2010 My Web Blog
designed by DT Website Templates | Bloggerized by Agus Ramadhani | Zoomtemplate.com